Sabtu, 25 April 2015

Ambon, 25 April

Ambon, 25 April 2015

Hari ini adalah sabtu tanggal 25 April 2015 yg merupakan hari keramat bagi sebagian warga Maluku dan TNI yang ada di wilayah Maluku. Karena hari ini oleh sebagian orang Maluku selalu diperingati sebagai hari lahir atau berdirinya RMS (Republik Maluku Selatan) dan bagi aparat TNI yang dinas di wilayah Maluku berarti saatnya siaga 1, karena berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah setiap tgl 25 April berusaha dimanfaatkan oleh oknum yang mengatasnamakan RMS untuk unjuk diri ato menunjukkan eksistensinya ke dunia luar bahwa RMS masih ada.
Berdasarkan sejarah yang ada Republik Maluku Selatan atau RMS adalah sebuah republik di Kep. Maluku yang didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon dan Buru. RMS di Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966. Ketika pemimpin pemberontak Dr. Chris Soumokil ditangkap militer Indonesia dan dieksekusi tahun 1966, presiden RMS dalam pengasingan dilantik di Belanda. Pemerintahan RMS terasing ini sampai sekarang masih berdiri dan dipimpin oleh John Wattilete, pengacara berusia 55 tahun, yang dilantik pada April 2010. (sumber. id.wikipedia.org)
RMS merupakan ancaman latent yang harus terus diwaspadai, memang secara nyata atau terang2an gerakan mereka di Maluku sudah tidak ada/terlihat lagi, akan tetapi gerakan di pengasingan negeri Belanda masih gencar memperjuangkan kemerdekaan bagi RMS. Pemerintah Indonesia sendiri sampai saat ini melalui perwakilan Dubesnya di Belanda juga sangat konsens dan mewaspadai gerakan mereka.
Bentuk dukungan warga keturunan Maluku di negeri Belanda terhadap RMS sangat beragam, ada yang mendukung secara langsung, tidak langsung dan ada yang tidak mendukung alias pro pada pemerintahan Indonesia.
Salah satu geng motor yang saat ini terkenal di negeri Belanda yaitu Satu Darah Maluku yang didirikan oleh warga keturunan Maluku di Belanda adalah bentuk dukungan warga keturunan maluku terhadap RMS, hal ini bisa dilihat dengan atribut dan bendera yang biasa di pasang adalah bendera RMS.














(sumber.website.satudarah.mc)

Sementara di Maluku sendiri dukungan maupun kegiatan secara nyata terhadap RMS tidak atau kurang terlihat, akan tetapi rasa nasionalisme warga terhadap bangsa Indonesia sangat kurang sekali. Hal ini dapat dilihat pada saat peringatan kemerdekaan RI di wilayah Maluku, kegiatan pemasangan bendera Merah Putih di lingkungan sekitar sangat jarang, berbeda apabila pada saat ada pertandingan sepakbola Belanda, pasti bendera Belanda dengan ukuran jumbo akan terpasang dengan gagahnya di wilayah Maluku.
Memang wargaa Maluku memiliki hubungan historis dengan Belanda, sejak jaman penjajahan dulu, salah satu wilayah yang dapat dikuasai dan masyarakatnya bisa membaur dengan Belanda adalah Ambon/Maluku. Pemerintah Belanda pada saat penjajahan bahkan merekrut warga Maluku menjadi tentara KNIL untuk membantu menjaga kekuasaannya di Indonesia, tentara KNIL dari Maluku bahkan di tugaskan ke luar wilayah Maluku, seperti di Jawa, Sumatra dsb.
Sebagian warga Maluku sampai sekarang bahkan merasa dirinya lebih cinta Belanda daripada bangsa Indonesia, hal ini dapat dilihat dari segala pemasangan pernak-pernik yang berbau Belanda di rumah, mobil dan lingkungannya. 
Adanya kecintaan tersebut memang bagi sebagian orang adalah suatu kewajaran, karena adanya hubungan historis dengan Belanda dan juga banyaknya warga keturunan Maluku yang hidup di Belanda, akan tetapi penulis berpendapat hal ini sangat berbahaya apabila tidak ada/kurangnya perhatian dari pemerintah Indonesia terhadap pola pikir sebagian warga Maluku ini, karena bisa saja nantinya apabila ada perasaan merasa tidak/kurang perhatian dari yang berwenang akan memunculnya sikap sepatisme di wilayah Maluku.

Sekian dulu tulisan saya, salam Nasionalisme dan Go Green Indonesiaku...

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar